Berharap Pertumbuhan Tetap Terjaga di Tengah Badai

Minggu 12 Nov 2023 - 20:36 WIB
Reporter : Admin
Editor : Admin

Capaian pertumbuhan ekonomi kuartal III-2023 masih cukup baik, di tengah melambatnya perekonomian global.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data ekonomi negara ini hanya tumbuh 4,94 persen secara year on year (yoy). Meskipun angka tersebut melandai dibandingkan periode sebelumnya, pemangku kepentingan negeri ini masih memiliki optimisme, yakni pertumbuhan di triwulan IV menanjak lagi, terutama didukung oleh industri manufaktur dan masuknya dana asing.

Menurut Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2023 masih cukup baik di tengah melambatnya perekonomian global, perubahan iklim, dan menurunnya harga komoditas ekspor unggulan.

"Reseliensi perekonomian Indonesia kembali tecermin melalui pertumbuhan ekonomi sebesar 4,94 persen," ujar Amalia, Senin (6/11/2023).

Amalia juga mengingatkan, pelambatan ekonomi Indonesia sama seperti yang dialami perekonomian global, termasuk negara mitra dagang utama.

IMF World Economic Outlook yang dirilis Oktober 2023 telah merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi 2023 untuk dunia 3,0 persen, negara maju (1,5 persen), negara berkembang dan sedang berkembang 4,0 persen.

Sementara itu, tahun berikutnya atau 2024, IMF bahkan memberikan proyeksi yang lebih buruk untuk pertumbuhan ekonomi di 2024, masing-masing ekonomi dunia hanya 2,9 persen, negara maju (1,4 persen), dan negara berkembang dan sedang berkembang (4,0 persen).

Harus diakui, pertumbuhan ekonomi global 2023 tumbuh melambat dibandingkan 2022. Namun, bagi negara berkembang diproyeksikan tetap mencatat pertumbuhan di atas pertumbuhan ekonomi global dan negara maju.

BACA JUGA:Terungkap! Ini Alasan Kenapa Bear Brand Susu Sapi, Pakai Logo Beruang

Yang patut disyukuri, di tengah proyeksi perlambatan ekonomi dunia, beberapa negara ekonomi mitra dagang utama Indonesia tetap tumbuh positif meskipun melambat. Misalnya, Tiongkok di kuartal III sebesar 4,9 persen, Jepang (1,4 persen), India (6,5 persen), dan Korea Selatan (1,4 persen).

Indikator ekonomi Indonesia lainnya yang masih memberikan optimisme terhadap prospek ke depan adalah Prompt Manufacturing Index (PMI) Bank Indonesia yang masih berada di zona ekspansi 52,93 persen. Begitupun dengan kapasitas produksi terpakai di triwulan III-2023 sebesar 75,17 persen, atau lebih tinggi dari triwulan III-2022 sebesar 73,67 persen, produksi semen yang tumbuh 3,05 persen, penjualan listrik yang tumbuh 4,49 persen, terutama didorong konsumsi listrik segmen bisnis yang tumbuh 11,14 persen serta produksi batu bara yang tumbuh 5,65 persen.

BPS juga melaporkan daya beli masyarakat masih stabil. BPS menilai, inflasi yang masih terkendali juga sebagai katalis positif pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain, sepanjang September 2023, inflasi tercatat 0,38 persen (quarter to quarter/q to q) dan 2,28 persen (year on year/yoy). Begitupun indeks penjualan eceran riil yang tumbuh 1,25 persen, penjualan domestik sepeda motor yang naik 11,28 persen, nilai transaksi uang elektronik dan kartu kredit yang masing-masing tumbuh 6,91 persen dan 25,75 persen serta kredit KPR dan KPA tumbuh 12,30 persen.

Bagaimana distribusi dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) menurut lapangan usaha, BPS melaporkan, industri pengolahan tetap memberikan distribusi bagi lapangan kerja dengan porsi 18,75 persen dengan pertumbuhan 5,20 persen (yoy). Peringkat berikutnya sektor pertanian dengan porsi 13,57 persen, sektor perdagangan (12,96 persen), sektor pertambangan (10,18 persen), dan sektor konstruksi dengan porsi 9,86 persen.

Sementara itu, bila dilihat dari sisi lapangan usaha yang tetap mencatat pertumbuhan adalah industri pengolahan (5,20 persen), perdagangan (5,08 persen), pertambangan (6,95 persen), konstruksi (6,39 persen) dan sektor pertanian sebesar 1,46 persen. Dari sejumlah sektor itu, ada tiga sektor yang menyumbang pertumbuhan tertinggi, yakni sektor transportasi dan pergudangan (14,74 persen), jasa lainnya 11,14 persen, serta akomodasi dan makan minum sebesar 10,90 persen.

Mengomentari laporan BPS, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia ini salah satunya karena pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. “Kalau kita lihat dibandingkan dengan outlook yang selama ini disampaikan, untuk konsumsi yang dikeluarkan oleh BPS memang relatif lebih rendah dari yang kita ekspektasi,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers.

Adapun pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada periode tersebut tercatat sebesar 5,06 persen secara tahunan atau yoy. Pertumbuhan ini sedikit melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal II-2023 yang mencapai 5,22 persen yoy.

Sri Mulyani menyampaikan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak sesuai ekspektasi karena, awalnya pemerintah melihat kepercayaan konsumen masih tetap tinggi. Ternyata, konsumsinya tidak setinggi yang diharapkan.

“Ini perlu kita lihat pengaruhnya apa. Apakah psikologis dengan kondisi El Nino, harga beras naik, dan berbagai faktor,” ungkapnya.

Meski begitu, Sri Mulyani melihat pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada kuartal III-2023 meningkat cukup tinggi yakni 5,7 persen, bahkan jauh lebih tinggi dari yang pemerintah proyeksikan. “Ini konfirmasi dengan tadi, industri manufaktur dan masuknya capital inflow, jadi ini masih sangat positive story dari Indonesia yang kita akan coba untuk jaga terus,” ujarnya.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI), seperti disampaikan Direktur Departemen Komunikasi BI Nita A Muelgini, meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi 2023 tetap berada pada kisaran 4,5--5,3 persen. Kendati, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga tahun ini melambat 4,9 persen secara tahunan atau yoy, dibanding kuartal sebelumnya 5,17 persen.

BI juga berpendapat pertumbuhan ekonomi ke depan akan didukung oleh permintaan domestik, baik konsumsi swasta maupun pemerintah, serta investasi. Pada kuartal III-2023, pertumbuhan ekonomi didukung oleh konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,06 persen (yoy).

“Seiring dengan kenaikan mobilitas yang terus berlanjut, daya beli masyarakat yang stabil, serta keyakinan konsumen yang masih tinggi,” kata Nita.

Sumber : Indonesia.go.id

Kategori :