RADAR UTARA - Kebijakan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 400.000 untuk bulan November dan Desember kepada warga miskin. Dinilai tidak cukup kuat untuk menopang daya beli masyarakat yang tengah turun akibat naiknya harga sejumlah kebutuhan pokok.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan. Masyarakat miskin setidaknya harus diberikan BLT sebanyak Rp 1,5 juta. "Bantuan sebesar Rp 400 ribu enggak cukup untuk mengantisipasi inflasi," katanya, Selasa (7/11/2023). Menurut Tauhid, setiap keluarga rata-rata membeli 30 sampai 40 kilogram beras setiap bulannya. Dengan kenaikan harga beras yang terjadi beberapa bulan terakhir ini, setidaknya masyarakat harus mengeluarkan uang lebih dari Rp 500 ribu untuk membeli bahan pokok tersebut. Pengeluaran itu harus ditambah dengan kebutuhan lainnya seperti mengontrak rumah yang harga sewanya juga naik. "Jadi bantuan itu hanya cukup untuk mengantisipasi inflasi, sementara persoalannya harga kan tidak turun-turun," kata dia. Sebelumnya, Pemerintah Jokowi menyatakan siap memberikan bantuan sebesar Rp 400 ribu untuk 18,8 juta keluarga ekonomi lemah pada bulan November dan Desember 2023. Bantuan tunai itu disebut sebagai BLT El Nino. Sebab, diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah dampak kemarau panjang yang menyebabkan harga pangan meroket. Sebelum bantuan tunai itu mendarat di rekening penerima pada November ini. Dampak inflasi terhadap penurunan daya beli masyarakat sudah nampak dalam rilis Badan Pusat Statistik untuk kuartal III 2023. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ini hanya 4,94%. Penurunan daya beli masyarakat ditengarai menjadi salah satu penyebab pertumbuhan itu meleset dari target pemerintah di atas 5%. BACA JUGA:Antisipasi El Nino, Kemensos Kaji Ulang Penerima BLT Tauhid memperkirakan jumlah BLT yang seharusnya diberikan pemerintah untuk menanggulangi pelemahan daya beli masyarakat ini adalah sebesar Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta. Angka tersebut, kata dia, didapatkan dari perhitungan kelompok paling bawah yang mempunyai penghasilan per bulan di kisaran Rp 3 juta. "Setidaknya harus 50% bisa ditanggung oleh pemerintah," ungkapnya. Menurutnya, jumlah bantuan itu bukannya tidak mungkin apabila pemerintah memutakhirkan data penerima BLT hanya kepada mereka yang paling membutuhkan. Yakni kelompok penduduk paling miskin. Jumlah penduduk miskin diperkirakan 9,8% dari jumlah penduduk Indonesia. Sayangnya, kata Tauhid, BLT yang diberikan pemerintah tersebut masih menyasar kepada masyarakat yang sebenarnya tergolong mampu. "Banyak orang-orang yang sudah nyaman dan tidak mau dikeluarkan dari data penerima bansos, banyak banget," ujar Tauhid. Wakil Kepala Bidang Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Jahen F. Rezki sependapat dengan Tauhid. Dia mengatakan kelompok masyarakat miskin perlu dibantu untuk memastikan daya beli tetap terjaga. Dia juga memberikan catatan kepada realisasi belanja pemerintah di triwulan III yang masih rendah. "Untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi di kuartal IV, pemerintah perlu meningkatkan realisasi belanja, serta memberikan bantuan sosial khususnya bagi kelompok miskin," kata dia. "Karena sekarang sepertinya realisasi belanja masih rendah, itu juga kenapa ekonomi Indonesia sedikit menurun pada Q3. Di saat yang sama kelompok miskin juga perlu di support untuk memastikan daya beli tetap terjaga," tandasnya. (red)
Kategori :