Seni tempa logam di Sajira itu bahkan telah tercatat dalam dokumen Belanda pada 1983, yang membuktikan keberadaan gozali atau para pande di kawasan itu.
Penempaan logam untuk dibuat sebagai senjata di Sajira bahkan sempat diperhitungkan oleh Belanda sebagai salah satu titik alutsista perlawanan masyarakat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, khususnya di Banten.
Sajira sendiri merupakan salah satu dari 28 kecamatan yang ada di Lebak, yang memiliki luas 10.259 hektare dan berada pada ketinggian sekitar 240 Mdpl.
BACA JUGA:Trem Batavia, Primadona Transportasi Warga Ibu Kota Tempo Dulu
BACA JUGA:Di Balik Pesona Festival Gandrung Sewu Banyuwangi: Menyimpan Sejuta Filosofi
Uniknya selain keberadaan pande besi, wilayah Sajira juga dikenal sebagai sentral kerajinan ukir (marangi). Oleh karena itulah, sejak lama gagang golok maupun sarung golok dari Sajira memiliki ciri khas sendiri yang membedakan dengan benda sejenis yang berasal dari luar wilayah Sajira.
Gagang golok Sajira lazimnya terbuat dari bahan utama berupa tanduk kerbau atau kayu keras. Sajira yang berada di dataran tinggi memang dikenal memiliki kekayaan flora, antara lain yang menghasilkan kayu-kayu keras seperti kayu nagasari, asam jawa, johar, sawo, gadog, dan kijulan. Dengan tanduk atau kayu, gagang atau sarung golok Sajira didesain dengan berbagai jenis motif yang menggambarkan filosofi kehidupan masyarakat sehari-hari di sana.
Warisan budaya lainnya yang juga ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda adalah Gotong Toapekong 12 Tahunan.
BACA JUGA:Menembus Lorong Waktu Desa Adat Bena Flores
BACA JUGA:Mengenal Lebih Jauh Dunia Aksara Kuno
Aktivitas budaya itu merupakan ritual konik khas kebudayaan Tionghoa (Cina Benteng) yang dirayakan oleh masyarakat Tionghoa yang mendiami kawasan Banten, khususnya di Tangerang.
Diselenggarakan setiap 12 tahun sekali. dalam penyelenggaraan ritual itu akan digelar arak-arakan patung bersejarah, di antaranya Dewi Kwan Im Hud Couw.
Perayaan tersebut biasanya akan menyedot perhatian dan dihadiri oleh ribuan masyarakat, baik dari kalangan Tionghoa atau lainnya, yang ada di Banten maupu luar Banten.
Fondasi Nilai Luhur
Terkait dengan penetapan warisan budaya tersebut, Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon menyampaikan warisan budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu.
BACA JUGA:Menilik Boneka Teru-teru Bozu yang Dipercaya Masyarakat Jepang bisa Cegah Hujan, Benarkah Efektif?
BACA JUGA:Kembalinya Sang Ganesha